Suku Gayo


Langsung ke: navigasi, cari
Suku GAYO
COLLECTIE TROPENMUSEUM Een Gajo (Aceh) in bruidskleding naar de adat TMnr 10002771.jpg
Pengantin Pria Gayo Jaman dulu
Jumlah populasi
kurang lebih 85.000.
Kawasan dengan populasi yang signifikan
Bener Meriah, Aceh Tengah, Gayo Lues
Bahasa
Bahasa Gayo
Agama
Islam
Kelompok etnik terdekat
Alas,,Mandailing, Batak dan Karo.
Suku Gayo adalah sebuah suku bangsa yang mendiami pegunungan di tengah Aceh yang populasinya berjumlah kurang lebih 85.000 jiwa. Suku Gayo secara mayoritas terdapat di kabupaten Aceh Tengah, Bener Meriah dan Gayo Lues. Suku Gayo beragama Islam dan mereka dikenal taat dalam agamanya. Suku Gayo menggunakan bahasa yang disebut bahasa Gayo.

Daftar isi

Sejarah

Pada abad ke-11, Kerajaan Linge didirikan oleh orang-orang Gayo pada era pemerintahan Sultan Makhdum Johan Berdaulat Mahmud Syah dari Kesultanan Perlak. Informasi ini diketahui dari keterangan Raja Uyem dan anaknya Raja Ranta yaitu Raja Cik Bebesan dan dari Zainuddin yaitu dari raja-raja Kejurun Bukit yang kedua-duanya pernah berkuasa sebagai raja di era kolonial Belanda.
Raja Linge I, disebutkan mempunyai 4 orang anak. Yang tertua seorang wanita bernama Empu Beru atau Datu Beru, yang lain Sebayak Lingga (Ali Syah), Meurah Johan (Johan Syah) dan Meurah Lingga (Malamsyah).
Sebayak Lingga kemudian merantau ke tanah Karo dan membuka negeri di sana dia dikenal dengan Raja Lingga Sibayak. Meurah Johan mengembara ke Aceh Besar dan mendirikan kerajaannya yang bernama Lam Krak atau Lam Oeii atau yang dikenal dengan Lamuri atau Kesultanan Lamuri. Ini berarti Kesultanan Lamuri di atas didirikan oleh Meurah Johan sedangkan Meurah Lingga tinggal di Linge, Gayo, yang selanjutnya menjadi raja Linge turun termurun. Meurah Silu bermigrasi ke daerah Pasai dan menjadi pegawai Kesultanan Daya di Pasai. Meurah Mege sendiri dikuburkan di Wih ni Rayang di Lereng Keramil Paluh di daerah Linge, Aceh Tengah. Sampai sekarang masih terpelihara dan dihormati oleh penduduk.
Penyebab migrasi tidak diketahui. Akan tetapi menurut riwayat dikisahkan bahwa Raja Linge lebih menyayangi bungsunya Meurah Mege. Sehingga membuat anak-anaknya yang lain lebih memilih untuk mengembara.[1]

Dinasti Lingga

  1. Adi Genali Raja Linge I di Gayo
    1. Raja Sebayak Lingga di Tanah Karo. Menjadi Raja Karo
    2. Raja Meurah Johan (pendiri Kesultanan Lamuri)
    3. Meurah Silu anak dari Meurah Sinabung (pendiri Kesultanan Samudera Pasai), dan
  2. Raja Linge II alias Marah Lingga di Gayo
  3. Raja Lingga III-XII di Gayo
  4. Raja Lingga XIII menjadi Amir al-Harb Kesultanan Aceh. Pada tahun 1533 terbentuklah Kerajaan Johor baru di Malaysia yang dipimpin oleh Sultan Alauddin Mansyur Syah. Raja Lingga XIII diangkat menjadi kabinet di kerajaan baru tersebut. Keturunannya mendirikan Kesultanan Lingga di kepulauan Riau, pulau Lingga, yang kedaulatannya mencakup Riau (Indonesia), Temasek (Singapura) dan sedikit wilayah Malaysia.
Raja-raja di Sebayak Lingga Karo tidak terdokumentasi. Pada era Belanda kembali diangkat raja-rajanya tapi hanya dua era
  1. Raja Sendi Sibayak Lingga (pilihan Belanda)
  2. Raja Kalilong Sibayak Lingga

Kehidupan sosial


Rumah Adat Gayo Pitu Ruang
Masyarakat Gayo hidup dalam komuniti kecil yang disebut kampong. Setiap kampong dikepalai oleh seorang gecik. Kumpulan beberapa kampung disebut kemukiman, yang dipimpin oleh mukim. Sistem pemerintahan tradisional berupa unsur kepemimpinan yang disebut sarak opat, terdiri dari reje (raja), petue (petua), imem (imam), dan rayat (rakyat).
Pada masa sekarang beberapa buah kemukiman merupakan bagian dari kecamatan, dengan unsur-unsur kepemimpinan terdiri atas: gecik, wakil gecik, imem, dan cerdik pandai yang mewakili rakyat.
Sebuah kampong biasanya dihuni oleh beberapa kelompok belah (klan). Anggota-anggota suatu belah merasa berasal dari satu nenek moyang, masih saling mengenal, dan mengembangkan hubungan tetap dalam berbagai upacara adat. Garis keturunan ditarik berdasarkan prinsip patrilineal. Sistem perkawinan yang berlaku berdasarkan tradisi adalah eksogami belah, dengan adat menetap sesudah nikah yang patrilokal (juelen) atau matrilokal (angkap).
Kelompok kekerabatan terkecil disebut sara ine (keluarga inti). Kesatuan beberapa keluarga inti disebut sara dapur. Pada masa lalu beberapa sara dapur tinggal bersama dalam sebuah rumah panjang, sehingga disebut sara umah. Beberapa buah rumah panjang bergabung ke dalam satu belah (klan). Pada masa sekarang banyak keluarga inti yang mendiami rumah sendiri. Pada masa lalu orang Gayo terutama mengembangkan mata pencaharian bertani di sawah dan beternak, dengan adat istiadat mata pencaharian yang rumit.
Selain itu ada penduduk yang berkebun, menangkap ikan, dan meramu hasil hutan. Mereka juga mengembangkan kerajinan membuat keramik, menganyam, dan menenun. Kini mata pencaharian yang dominan adalah berkebun, terutama tanaman kopi. Kerajinan membuat keramik dan anyaman pernah terancam punah, namun dengan dijadikannya daerah ini sebagai salah satu daerah tujuan wisata di Aceh, kerajinan keramik mulai dikembangkan lagi. Kerajinan lain yang juga banyak mendapat perhatian adalah kerajinan membuat sulaman kerawang dengan motif yang khas.

Seni Budaya


Kubur tradisional orang Gayo
Suatu unsur budaya yang tidak pernah lesu di kalangan masyarakat Gayo adalah kesenian, yang hampir tidak pernah mengalami kemandekan bahkan cenderung berkembang. Bentuk kesenian Gayo yang terkenal, antara lain tari Saman dan seni bertutur yang disebut Didong. Selain untuk hiburan dan rekreasi, bentuk-bentuk kesenian ini mempunyai fungsi ritual, pendidikan, penerangan, sekaligus sebagai sarana untuk mempertahankan keseimbangan dan struktur sosial masyarakat. Di samping itu ada pula bentuk kesenian seperti tari Bines, tari Guel, tari Munalu, sebuku/pepongoten, guru didong, dan melengkan (seni berpidato berdasarkan adat).
Dalam seluruh segi kehidupan, orang Gayo memiliki dan membudayakan sejumlah nilai budaya sebagai acuan tingkah laku untuk mencapai ketertiban, disiplin, kesetiakawanan, gotong royong, dan rajin (mutentu). Pengalaman nilai budaya ini dipacu oleh suatu nilai yang disebut bersikemelen, yaitu persaingan yang mewujudkan suatu nilai dasar mengenai harga diri (mukemel). Nilai-nilai ini diwujudkan dalam berbagai aspek kehidupan, seperti dalam bidang ekonomi, kesenian, kekerabatan, dan pendidikan. Sumber dari nilai-nilai tersebut adalah agama Islam serta adat setempat yang dianut oleh seluruh masyarakat Gayo.

Seni dan Tarian

Didong Tari Saman Tari Guel
Didong.jpg Saman dance.jpg Guel dance.jpg

Makanan Khas

  • Masam Jaeng
  • Gutel
  • Lepat
  • Pulut Bekuah
  • Cecah
  • Pengat
  • Gegaloh

Galeri

Sumber

  1. ^ M. Junus Djamil. 1959. Gajah Putih. Lembaga Kebudayaan Atjeh. Kutaraja
Posted by Unknown

SOAL OSN Matematika - SMP

 

Free Download Soal OSN Matematika - SMP


Berikut adalah link untuk soal OSN SMP untuk mata pelajaran Matematika. Silahkan diunduh, mohon jika sudah menemukan jawabannya, bolehlah di share disini. atau kirim ke email maharejeki35[at]gmail.com. agar bisa saya share bersama.
  1. OSN (Olimpiade Sains Nasional) SMP Matematika tahun 2004 [Kab/Kota] [Propinsi] [Nasional]
  2. OSN (Olimpiade Sains Nasional) SMP Matematika tahun 2005 [Kab/Kota] [Propinsi] [Nasional]
  3. OSN (Olimpiade Sains Nasional) SMP Matematika tahun 2006 [Kab/Kota] [Propinsi] [Nasional]
  4. OSN (Olimpiade Sains Nasional) SMP Matematika tahun 2007 [Kab/Kota] [Propinsi] [Nasional]
  5. OSN (Olimpiade Sains Nasional) SMP Matematika tahun 2008 [Kab/Kota] [Propinsi]
  6. OSN (Olimpiade Sains Nasional) SMP Matematika tahun 2009 [Kab/Kota] [Propinsi] [Nasional]
  7. OSN (Olimpiade Sains Nasional) SMP Matematika tahun 2011 [Nasional] [Propinsi]

Masalah Olimpiade Lainnya


Free Download Soal OSN Matematika - SMP - Jul 01
Berikut adalah link untuk soal OSN SMP untuk mata pelajaran Matematika. Silahkan diunduh, mohon jika sudah menemukan jawabannya, bolehlah di share disini. atau kirim ke email...

Aljabar Bilangan - 01 - May 15
Pertanyaan:Tentukan sisa 1 x 3 x 5 x 7 x ... x 2005 jika dibagi 1000.Penyelesaian:Penyelesaian permasalah tersebut berawal dari perkalian sederhana:10 = 2 x 5100 = 4 x 251000 = 8 x 125...Artinya...

Soal OSN 2011 Matematika - Uraian - 2 Nomor - Sep 18
Assalamu'alaikum.Lama tidak membuka internet, kangen juga membahas soal matematika disini. Berikut ini soal OSN SMP 2011 tingkat propinsi untuk soal uraian. Maaf belum selesai disusun tinggal tunggu...

Mencari luas daerah persegi versi baru - Sep 16
Biasanya mencari luas daerah persegi dengan menggunakan rumus (s x s) jika diketahui s adalah panjang sisi persegi. Namun ada cara lain yang dapat digunakan untuk mencari luas daerah persegi, yaitu...

Free Download Soal OSN SD 2009 - Matematika - Apr 28
Ibu/Bapak Pembina dan pecinta Olimpiade Matematika, kalau beberapa waktu lalu saya mengunggah naskah soal dan pembahasan dari OSN SD tahun 2010, maka posting kali ini adalah naskah soal OSN SD tahun...
Posted by Unknown

PACU KUDA

Sebanyak 315 Ekor Kuda Berlaga di HUT ke 436 Takengon

Logo-pacu-kuda-HUT-KOTA-TAKENGON-300x207 
Takengon | Lintas Gayo – Memperingati hari jadi ke-436 Kute Takengen, Pemerintah Kabupaten Aceh Tengah kembali menggelar Pacuan Kuda Tradisional Gayo. Sebanyak 315 ekor kuda yang berasal dari 3 kabupaten dataran tinggi Gayo ikut ambil bagian.
Penyelenggaraan pacuan kuda dinilai sangat tepat dalam memaknai kelahiran Kuta Takengen, karena sejarah serta budaya “Pacu Kude” telah tumbuh dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari perjalanan dan perkembangan serta peradaban masyarakat yang hidup dan mewarnai sejarah Kota Takengon sejak dahulu.
Demikian ungkap Wakil Bupati Aceh Tengah, Drs. H. Khairul Asmara pada saat membuka pacuan kuda, Senin (18/02/2013) di lapangan H. Muhammad Hasan Gayo Pegasing Takengon, Aceh Tengah .
Ajang perlombaan tahunan tersebut diikuti oleh 315 ekor kuda yang berasal dari 3 kabupaten dataran tinggi gayo, diantaranya 171 ekor berasal dari Kabupaten Aceh Tengah, 101 ekor dari Kebupaten Bener Meriah, serta 43 ekor dari Kabupaten Gayo Lues.
Besarnya antusiasme penggiat olah raga berkuda mengikuti even kali ini ditanggapi positif oleh Wabup Khairul, karena semakin menguatkan pacuan kuda menjadi media silaturrahmi bagi masyarakat di wilayah dataran tinggi Gayo tersebut.
Lebih lanjut Khairul mengatakan Pacuan kuda tradisional gayo merupakan bagian dari karakter dan kreativitas yang terlahir dari kebutuhan warga terhadap perlunya suatu media penghibur yang sarat dengan nilai-nilai kebersamaan, persatuan dan kesatuan.
“Dengan demikian kita harus terus menjaga agar karakter dan kreatifitas seni budaya pacuan kuda tetap melekat dalam kehidupan masyarakat Aceh Tengah, Bener Meriah dan Gayo Lues,” kata Khairul.
Ketua Panitia, Saib Nosarios mengungkapkan adanya tambahan fasilitas baru dalam perlombaan kali ini berupa starting gate yang diharapkan dapat lebih menjamin keadilan posisi start ketika kuda dilepas. Pembukaan Pacuan Kuda tampak dihadiri juga oleh Bupati Bener Meriah Ruslan Abdul Gani, Bupati Gayo Lues, Ibnu Hasyim, serta unsur pimpinan daerah dan jajaran kepala SKPK Aceh Tengah.
Pacuan Kuda, dalam rangka Hari Jadi Kute Takengen ke 436 tahun 2013, yang direncanakan berlangsung selama tujuh hari, memperebutkan Piala Gubernur Aceh. Rangkaian pembukan Pacuan Kuda ini, ditandai dengan penyerahan Piala Juara Umum, Dari Ketua Pordasi Aceh Tengah, Said Nosarios, Kepada  Wakil Bupati Aceh Tengah, Drs. H. Khairul Asmara, untuk kembali diperebutkan pada  pacuan Kuda Menyemarakkan Hari Jadi Kute Takengen ke 436 tahu 2013 ini.(SP/red.04)

 

Inilah Para Pemenang Pacuan Kuda HUT Kute Takengen

Babak Final Pacuan Kuda HUT Kute Takengen Ke-436 (Lintas Gayo | Darmawan Masri)
Babak Final Pacuan Kuda HUT Kute Takengen Ke-436 (Lintas Gayo | Darmawan Masri)
Takengon | Lintas Gayo – Hasil data lengkap pemenang Pacuan Kuda dalam memperingati HUT Kute Takengon ke-436 yang berhasil dihimpun sesaat setelah pertandingan usai, dari panitia tim teknis pacuan, Anugrah Fitradi, Minggu (24/02/2013).
Kategori D Muda
Juara 1                        : Isabel (Aceh Tengah)
Juara 2                        : Gayo Sangka Mara (Aceh Tengah)
Juara 3                        : Tawar Galak (Bener Meriah)
Juara 4                        : Tajuk Bandar (Bener Meriah)
Untuk kategori D Muda ini, kuda Tajuk Bandar dari Kabupaten Bener Meriah tidak mengikuti pertandingan final, karena mengalami cedera.
Kategori D Tua
Juara 1                        : Sena Kumba (Bener Meriah)
Juara 2                        : Serdadu Kumbang (Bener Meriah)
Juara 3                        : Lintes Timur (Bener Meriah)
Juara 4                        : Pendekar 1000 Bukit (Bener Meriah)
Kategori C Muda
Juara 1                        : Aicon Jaro (Aceh Tengah)
Juara 2                        : Regulasi (Aceh Tengah)
Juara 3                        : Rimang (Bener Meriah)
Juara 4                        : Berlian Time Ruang (Aceh Tengah)
Kategori C Tua
Juara 1                        : Bintang Panjang (Bener Meriah)
Juara 2                        : Gayo Gentara (Aceh Tengah)
Juara 3                        : Sincan Bayangkara (Gayo Lues)
Juara 4                        : Gerico (Aceh Tengah)
Kategori B Muda
Juara 1                        : Putri Senie (Aceh Tengah)
Juara 2                        : Uyem Kaya (Aceh Tengah)
Juara 3                        : Ratu Linge (Aceh Tengah)
Juara 4                        : Yolita (Bener Meriah)
Kategori B Tua
Juara 1                        : Bintang Terang (Gayo Lues)
Juara 2                        : Pang Dabun (Gayo Lues)
Juara 3                        : Lintes Lut Tawar (Aceh Tengah)
Juara 4                        : Amoy (Aceh Tengah)
Kategori A Muda Biasa
Juara 1                        : Aurel (Gayo Lues)
Juara 2                        : Superboy Ariasa (Aceh Tengah)
Juara 3                        : Seroja (Aceh Tengah)
Juara 4                        : Bandar Permata (Bener Meriah)
Kategori A Tua Biasa
Juara 1                        : Tensaren Tasik(Aceh Tengah)
Juara 2                        : Rajawali Senye (Bener Meriah)
Juara 3                        : Pang Jumpe (Gayo Lues)
Juara 4                        : Tripel Coin (Aceh Tengah)
Kategori A Muda Super
Juara 1                        : Mahkota Tensaren tasik (Aceh Tengah)
Juara 2                        : Mujadi (Aceh Tengah)
Juara 3                        : Pujaan Gayo (Aceh Tengah)
Juara 4                        : Uni Corn(Bener Meriah)
Kategori A Tua Super
Juara 1                        : Reno Nalam (Aceh Tengah)
Juara 2                        : Surya Kala Bugak (Bener Meriah)
Juara 3                        : Super Stone (Bener Meriah)
Juara 4                        : Ratu Kencana (Aceh Tengah)
(Darmawan Masri)
Posted by Unknown

[essay foto] Berwisata Alam dan Agro di “Sekeping Tanah Surga"

tanaman kopi rakyat dengan berlatarbelakang danau laut tawar
tanaman kopi rakyat dengan berlatarbelakang danau laut tawar
ACEH TENGAH merupakan daerah yang kaya akan potensi alam dan pertanian. Tak dipungkiri lagi, daerah yang memiliki alam nan subur ini layak menjadi salah satu daerah kunjungan wisata di Aceh bahkan Indonesia.
Jika anda berkunjung ke Aceh, dan menggandrungi wisata petualangan alam, maka Aceh Tengah salah satu daerah yang “wajib” di kunjungi. Melakukan wisata alam dan petualangan, rasanya tidak sah, jika tidak menjelajahi hamparan bumi “sekeping tanah surga” ini.
biji kopi yang berjejer didahannya
biji kopi yang berjejer didahannya
Ada dua rekomendasi kuat jika anda berkunjung ke Aceh Tengah. Pertama menikmati wisata alam di Danau Laut Tawar. Selain menikmati keindahan danau ini, anda bisa merasakan wisata prasejarah dan sejarah yang pernah tertoreh di daerah yang berhawa sejuk tersebut.
Danau Laut Tawar adalah sebuah danau dan kawasan wisata yang terletak di Dataran Tinggi Gayo, Kabupaten Aceh Tengah, Provinsi Aceh. Disisi barat danau ini terdapat sebuah kota kabupaten yaitu kota Takengon, yang juga merupakan ibu kota Kabupaten Aceh Tengah. Suku Gayo menyebut danau ini dengan sebutan Danau Lut Tawar. Luasnya kira-kira 5.472 hektar dengan panjang 17 km dan lebar 3,219 km. Volume airnya kira-kira 2.537.483.884 m³ (2,5 triliun liter).
Biji kopi siap panen
Biji kopi siap panen
Berdasarkan catatan yang tertera di wikipedia.org, ada 25 aliran krueng yang bermuara ke Danau Laut Tawar dengan total debit air kira-kira 10.043 liter per detik. Rata-rata kedalaman danau pada jarak 35 meter dari pinggir danau dengan kedalaman, 8,9 meter, 100 meter dari pinggir danau (19,27 meter) dan 620 meter dari pinggir danau (51,13 meter)
Jika anda sudah puas dengan berkunjung mengeliling Danau Laut Tawar ini, tak salahnya jika anda mencoba menjajaki wisataagro dengan menelusuri perkebunan kopi rakyat yang tersebar hampir merata diseluruh daerah ini.
Senyum kebahagiaan dua anak Gayo saat penen kopi
Senyum kebahagiaan dua anak Gayo saat penen kopi
Ini tentunya sangat mengasikan, sebab sebagian besar masyarakat Kabupaten Aceh Tengah berprofesi sebagai petani dan pekebun. Kabupaten Aceh Tengah menghasilkan salah satu jenis kopi Arabika terbaik di dunia. Komoditas penting selain kopi adalah padi, sayur dan tembakau. Kegiatan perkebunan kopi dan tembakau dilakukan dengan membuka wilayah hutan yang ada di wilayah ini.
di Kabupaten Aceh Tengah tercatat luas areal tanaman kopi adalah 48.000 hektar yang dibudidayakan pada lahan di ketinggian antara 900 sampai 1.700 meter dari permukaan laut. Di areal perkebunan rakyat inilah anda bisa merasakan bagaimana sensasi bertani kopi.
tunggu apalagi. Pastikan langkah anda ke Aceh Tengah. Masyarakatnya yang ramah-tamah dan bersahabat, pasti menyabutnya dengan senyuman.(Narasi: Aman Zaiza/foto:Munawardi)

sumber :lintasgayo.com
Posted by Unknown

Takengon: Kota di Atas Awan

Kegiatan

 Takengon: Kota di Atas AwanLoyang Putri Pukes adalah gua yang menciptakan legenda lokal bernama Putri Pukes. Dia pernah menikah dengan seorang pria dari desa tetangga. Saat ia memulai hidup baru, dia harus meninggalkan rumah orang tuanya. Prosesnya terlalu menekan dirinya, meskipun ibunya mengatakan bahwa 'Kamu tidak akan memalingkan kepala me kerumah kita, ketika kamu pergi ke desa suamimu'. Dia gagal untuk mengikuti peringatan, dan tiba-tiba ia berubah menjadi batu. Ini adalah legenda yang sangat jelas hidup dalam kisah itu lokal.
Takengon memiliki Danau Laut Tawar dimana di dalamnya ada ikan deupik dan hanya hidup di Takengon. Inilah salah satu objek wisata yang istimewa di Kabupaten Aceh Tengah.  Keistimewaan danau ini yang dapat Anda nikmati selain pemandangannya yang indah dan airnya yang tidak asin, terdapat pula empat gua yang mengelilingi danau tersebut. Danau tersebut luasnya hampir seperti laut, karena itu masyarakat menyebutnya Danau Laut Tawar. Ada kapal motor yang dapat membawa Anda untuk mengelilingi danau ini. Danau ini sangat alami dan tampak belum banyak disentuh tangan manusia, airnya yang jernih membuat Anda dapat melihat terumbu karang dan ikan yang berenang di dalamnya.
Danau Laut Tawar adalah tempat wisata yang paling banyak dikunjungi di Takengon karena ini adalah ikon yang paling menonjol dari kota, diikuti dengan Gua Loyang Putri Pukes. Danau Laut Tawar, atau laut air segar, kaya dengan ikan trout (sejenis ikan laut tawar) dan memancing sangat memungkinkan. Kegiatan berski dan berperahu juga tersedia di beberapa tempat.
Di sini di Takengon Anda juga dapat berjalan-jalan di kebun kopi yang bercita rasa khas, beruntung bila Anda datang saat panen kopi dan menikmati kemeriahannya. Anda juga dapat mandi di Krueng Peusangan atau pemandian air panas di Simpang Balek, terletak 30 menit sebelum Takengon.

by : http://www.indonesia.travel
Posted by Unknown

SEJARAH YANG TERTINGGAL DI GAYO (KERAJAAN LINGE)



"Cap Stempel Reje Linge"

PENDAHULUAN
Fhoto di atas adalah sebagian bukti yang tidak jelas keberadaannya, yang merupakan "peninggalan Kerajaan Linge", ada lagi peninggalan Kerajaan Linge konon orang desa setempat mengatakan bahwa rumah adat pitu ruang (tujuh ruang) itu adalah tempat tinggal Kerajaan Linge dari Raja Linge I-XIII, tapi ini semua di dapatkan berdasarkan hasil wawancara saja. Pertanyaan yang mungkin timbul salah satu dari kita adalah, siapakah raja yang I, II, III dan seterusnya sampai ke XIII tersebut yang pernah menjadi raja di kerajaan linge itu sendiri? Kemudian dalam hal ini juga ada sedikit yang belum jelas, yaitu tentang Silsilah dari Kerajaan Linge itu sendiri, yang konon kata penjaga rumah itu ada sampai 13 Raja yang berkuasa di Kerajaan Linge pada saat itu, tapi apakah benar adanya ini semua? atau mungkin hanya cerita belaka saja, atau juga mungkin referensi tentang menyangkut silsilah ini belum ditemukan.
Siapa yang harus di salahkan? Pemerintah, Sejarawan, Tokoh Masyarakat, atau orang tua terdahulu? Semua benar, mengapa demikian? Buktinya:
  1. Pemerintah kurang memperhatikan sejarah, bisa dilihat dari tempat kantor kerja pemerintah Aceh Tengah, contohnya di kantor Bupati Aceh Tengah, di kantor ini hampir setiap sudut ruangan tidak ada yang bercorak bangunan Gayo, Misal Kerawang Gayo. Di daerah Pematang Siantar, setiap kantornya itu ada corak dari pada adat bangunan kantor tempat mereka kerja. Sebab itulah kota Pematang Siantar menjadi terjaga dan banyak di minati oleh wisata-wisatawan asing datang kesana, Pertanyaannya adalah mengapa kita tidak bisa?.
  2. Sejarawan juga kurang spesifik dalam hal ini, pasalnya sejarawan kurang mengkaji lebih dalam tentang Kerajaan Linge, akibat dari pada hal tersebut, semua orang yang ingin mengkaji tentang Kerajaan Linge ini menjadi tidak berminat, ini lah yang terjadi pada saat sekarang ini, semua generasi penerus tidak sedikit yang mau meneliti lebih dalam tentang hal ini, tapi referensi dari Kerajaan Linge ini minim, kalaupun ada, itu tidak dijadikan sumber utama, karena bukti-bukti dari referensi atau sumber itu hanya kebanyakan dari hasil wawancara saja.
  3. Tokoh masyarakat, terkadang kita harus selalu menanyakan tentang apa saja yang terjadi di masyarakat kita, yang selalu harus di korelasikan dengan tokoh masyarakat kita. Misalnya saja dalam hal adat, ada pesta pernikahan, yang selalu di hadiri oleh tokoh masyarakat dimana dia berdomisili, tetapi akankah tokoh masyarakat itu mengerti bagaimana dengan adat gayo yang sebenarnya? Akankah Tokoh masyarakat itu mengerti sejarah adat pernikahan gayo? Inilah yang seharusnya dilakukan oleh tokoh masyarakat kita, yang mampu memperkenalkan sejarah lebih banyak kepada masyarakatnya.
Pada hakikatnya suatu negara, atau suku bangsa itu maju dengan mengerti akan jati diri mereka. Dewasa ini kita sering mendengar dari kalangan ilmuan sains yang mengatakan bahwa sejarah tidak memiliki arti penting dalam ilmu manapun, mereka membuktikan dengan tidak adanya manfaat yang diberikan oleh ilmu sejarah di dalam berbagai bidang ilmu pada saat ini, terlebih lagi jaman sekarang telah mengikuti perkembangannya dengan ilmu pengetahuan yang serba canggih melalui media dunia maya yang banyak memberikan manfaat bagi kehidupan manusia dan perkembangan jaman itu sendiri. Hal ini di akibatkan oleh kurangnya peranan dari kalangan sejarawan atau orang-orang terdahulu yang mengimplementasikan sejarah itu sendiri. Padahal, apabila kita tinjau dari beberapa pandangan mengenai arti pentingnya ilmu sejarah itu sendiri adalah :
  1. Ilmu sejarah dapat menyadarkan kita kepada jaman terdahulu yang sangat maju dan berkembang dari berbagai bidang, contohnya saja pada jaman penjajahan kolonial Belanda, bangsa Belanda sendiri sangat sulit menguasai daerah Aceh sendiri, hal ini di sebabkan oleh orang-orang Aceh sendiri yang memegang erat agamanya sendiri, hal itulah yang menyebabkan penajajahan kolonial Belanda lama menguasai Aceh.
  2. di nasional sendiri kita pernah menguasai sebagian Asia, yaitu dengan kerajaan Majapahit, yang dengan semboyan palapa-nya.
Dari kedua contoh diatas kita seharusnya mengikuti jejak-jejak dari pada sejarah tersebut. Yang mana seyogiayanya kita mengeratkan agama kita agar kita tidak dapat lagi di kuasai oleh penjajahan yang tidak nampak jelas jika di pandang melalui pandangan kasat mata. Karena dengan agama lah kita dapat menghambat datangnya penguasa-penguasa yang memandang sebelah mata kepada kita.
Kemudian dari kerajaan Majapahit kita selayaknya selalu membuat semboyan atau “visi-misi” istilah sekarang yang membuat kita berpegang teguh dengan tujuan tersebut untuk mencapai suatu tujuan dalam berbagai hal, baik dalam hal pendidikan, maupun dalam hal politik dan lainnya.
Untuk mencoba membuat referensi yang "detail" mengenai Kerajaan Linge itu sangatlah sulit, karena amat sedikitnya referensi atau sumber mengenai Kerajaan Linge itu sendiri. Kemudian timbul pertanyaan "Mengapa hal itu bisa terjadi hal seperti itu? Sehingga membuat binggung generasi penerus dalam memberikan penjelasan tentang jati diri dari suku Gayo itu sendiri!".
Suatu titipan bagi generasi muda yang harus mengungkap bagaimana sejarah Kerajaan Linge itu sebenarnya, apakah benar dengan adanya Kerajaan Linge itu? Semua kalangan harus mengupas tuntas yang menyangkut hal ini, karena masalah ini adalah masalah jati diri suku bangsa gayo itu sendiri. Dalam hal ini kembali kita ingat akan kata pahlawan kita Jenderal Sudirman,"Tidak ada kemenangan kalau tidak ada kekuatan, tidak ada kekuatan kalau tidak ada persatuan dan persatuan itu harus disertai dengan silaturrahmi. Maka dari pernyataan tersebut, bisa dikutip, untuk membuat suatu pernyataan, kita harus menyatukan perbedaan pendapat dalam konteks Kerajaan Linge ini, tidak boleh mengutamakan pendapat suatu individu untuk di jadikan referensi atau sumber yang utama.
Sangat sulit untuk membuat suatu referensi tentang Kerajaan Reje Linge, pasalya semua ini di akibatkan oleh kurangnya sumber-sumber tentang Kerajaan Linge itu sendiri. Sampai saat ini orang-orang gayo sendiri sangat kurang dalam menulis tentang Kerajaan Linge itu sendiri. Jika berbicara lebih luas mengenai Kerajaan Linge, maka harus banyak juga melakukan penelitian, baik penelitian secara kualitatif, maupun kuantitatif.
Sejarah kerajaan linge ini adalah salah satu hasil penipuan yang dilakukan oleh penguasa-penguasa yang secara turun temurun mengelapkan kita untuk bangkit dalam mendalami asal kejadian dari kerajaan linge itu sendiri yang merupakan juga asal dari pada suku gayo itu sendiri.

Adanya Kerjaan Linge itu betul ada, tapi yang diragukan sekarang adalah sejarah dari pada Kerjaan Linge itu simpang siur. Dengan adanya beberapa bukti yang sampai saat ini masih ada, kita mempercayai dinasti Kerjaan Linge itu ada, salah satu pecahanya adalah samudra pasai (pase) yang merupakan keturunan Raja Lingga (linge).
Untuk membicarakan suatu kenyataan sejarah, maka tidak terlepas dengan bukti-bukti yang harus dikaitkan dalam penulisan. Dari referensi di atas menurut dapat disimpulkan adanya Kerajaan Linge itu sekitar 60%, mengapa demikian? Karena ilmu sejarah itu bisa di buktikan dengan 4 hal, 1) Fakta (bukti Peninggalan), 2) Waktu, 3) dimana terjadinya kejadian tersebut? 4) Wawacara dengan orang yang berhubungan dengan kejadian tersebut. Dengan demikian Semua kejadian sejarah, di perlukan bukti yang kuat untuk menjadikannya suatu sejarah yang sah.

Kerajaan Linge hingga saat ini memang masih di masukkan dalam kemisteriusan dunia sejarah, terutama di daerah Aceh Tengah sebagai asal dari Kerajaan Linge itu sendiri. Hal ini dibuktikan dengan belum di resmikannya hingga saat ini Kerajaan Linge sebagai Kerajaan yang permanen di Aceh Tengah.

Untuk mempersatukan bangsa Indonesia, masing-masing individu dari suku bangsa tersebut harus mengetahui jati diri mereka itu sendiri, tentunya semua itu harus dengan mengerti sejarah dari suku bangsa itu sendiri. Dengan dimengertinya sejarah dari pada suku bangsa itu, maka individu tersebut akan bersatu, itu semua di sebabkan oleh mengerti dengan apa-apa yang harus mereka lakukan di dalam kehidupan lingkungan masyarakat mereka sendiri.
Mengetahui dan mengenal asal usul suku bangsa sendiri maupun suku bangsa orang lain merupakan bentuk kepedulian terhadap bangsa yang sedang di duduki ini. Dengan demikian, individu dapat menghargai dan mempelajari lebih tentang dari suku sendiri maupu suku orang lain, yang tujuannya adalah mempererat kebudayaan Indonesia.
ASAL KATA LINGE
Kata linge terdiri dari dua kata; "ling" dan "nge". "Ling" dalam bahasa Indonesia artinya adalah suara, sedangkan "nge" dalam bahasa Indonesia artinya adalah nya, Jadi, apabila di gabungkan antara dua kata tersebut adalah suaranya. Yang maknanya adalah suaranya ada, tetapi manusia-nya tidak jelas, begitulah makna Kerjaan Linge sekarang ini. Artinya suara orang atau masyarakat setempat bahwa mengatakan Kerjaan Linge itu ada, tetapi Bukti-Bukti peninggalannya tidak ada. Kalaupun ada, itu semua berarti hanya sedikit dari yang diharapkan.

Latar Belakang Kerajaan Linge

Kerajaan Linge adalah sebuah Kerjaaan kuno di Aceh. Kerajaan ini terbentuk pada tahun 1025 M (416 H) dengan raja pertamanya adalah Adi Genali. Adi Genali (Kik Betul) mempunyai empat orang anak yaitu: Empu Beru, Sibayak Linge, Merah Johan, Reje Linge I mewariskan kepada keturunannya sebilah pedang dan sebentuk cincin permata yang berasal dari sultan Peureulak Makhdum Berdaulat Mahmud Syah (1012-1038 M).

Pada saat Adi Genali membangun Negeri Linge, maka pada saat bersamaan juga diberikan pusaka tersebut kepadanya yang diberikan gelar "Cik Serule (Paman Serule)". Nama serule disini adalah salah satu perkampungan yang ada di Kecamatan Linge Kabupaten Aceh Tengah.


Pusaka ini diberikan saat Adi Genali membangun Negeri Linge pertama di Buntul Linge bersama dengan seorang perdana menteri yang bernama Syekh Sirajuddin yang bergelar Cik Serule". Menjadi suatu perselisihan dan kebinggungan yang mendalam dari diri saya yang timbul, disebabkan oleh banyaknya perbedaan-perbedaan pendapat dari semua apa yang telah saya dapatkan dan saya baca.
Dari situs http://kenigayo.wordpress.com/2010/02/21/didong-dimulai-sejak-jaman-reje-linge-xiii/, saya membaca tentang didong gayo yang
menurut Ismuha, (13/7), Kabid kebudayaan Pemkab Bener Meriah, kesenian didong dimulai sejak Reje Linge ke 13. Kemudian, di sini timbul pertanyaan yang besar bagi kita, lantas kapan Reje Linge I-XII itu terjadi?
Di situs lain dikatakan juga oleh Fajri, Kokasih Bakar dan Uwein mengatakan bahwa Reje Linge itu merupakan kekeberen istilah gayo dan berita rakyat dalam bahasa Indonesia, yang langsung mereka wawancarai dengan A. Djamil seorang Sejarawan Gayô.Dalam kekeberen ini diceritakan 2 Kerajaan yang merupakan asal dari Gayô yaitu Kerajaan Lingë dan Kerajaan Malik Ishaq. Kerajaan Lingë berdiri pada abad ke 10, sedangkan Kerajaan Malik Ishaq pada saat adanya Kerajaan Pérlak (abad ke 8 s.d. 12 M) dan Sri Wijaya (abad ke 6 s.d. 13, sedangkan masa kejatuhannya pada abad 12 M atau 13 M).Kerajaan Lingë berasal dari Kerajaan Rum atau Turki, asal kata Lingë berasal dari bahasa Gayô yang berarti Léng Ngé yang artinya suara yang terdengar. Raja Lingë I ini beragama Islam bernama Réjé Genali atau Tengku Kawe Tepat (Pancing yang lurus dalam bahasa Acih).Agama Islam yang dianut bisa dililhat dari bendera Kerajaan Lingë tersebut, dimana ada Syahadat di atas benderanya dan di bawahnya bernama 4 sahabat nabi, sedangkan warnanya belum diketahui karena sudah kusam, antara merah dan putih (bendera ini masih bisa dilihat dan disimpan di daerah Karô, sebagai pusaka dari anak salah satu Raja Lingë yang pergi ke Karô).
Raja Lingë mempunyai 4 anak, 3 laki-laki dan satu perempuan. seorang perempuan bernama Datu Beru, dan ketiga anak laki-lakinya bernama Djohan Syah, Ali Syah dan Malam Syah.Ketika besar khusus anak laki-lakinya akan disunat seperti halnya ajaran Islam, anak yang ke-3 bernama Ali Syah tidak bisa disunat karena kemaluannya tidak dimakan pisau. Hal ini tentu saja membuat malu. Hal ini menyebabkan ia meminta ijin kepada Raja Lingë untuk pergi ke daerah Karô.
Walau pada mulanya Raja tidak mengijinkan namun akhirnya dengan berat hati sebelum kepergian mereka dibagikan pusaka untuk anak laki-lakinya yaitu Kôrô Gônôk, Bawar, Tumak Mujangut, Mérnu dan élém (Bendera Pusaka). Sedangkan Datu Béru memegang kunci khajanah Kerajaan Lingë.
Ali Syah, anak ke-3 Raja Lingë I
Ali Syah bersama rombongan berangkat menuju Karô menuju daerah yang disebut Blang Munté. Pada daerah tersebut Ali Syah bersama rombongannya memutuskan untuk berhenti dan menetapkan bahwa tempat itu sebagai tempat ia terakhir bersama rombongan.
Tinggallah Ali Syah seorang diri selama berbulan-bulan tinggal disitu, dalam sebuah kesempatan ketika kemudian mencari ikan di Uih Kul Renul, bertemu dengan gadis dan bujang sedang menyekot (mencari ika) yang kemdian diketahui berasal dari negeri Pak-Pak. kemudian menjadi teman dan bergaul, akhirnya menikah dengan beberu pak-pak tersebut sampai berketurunan. Ali Syah pun akhirnya belajar bahasa dan hidup disana.
Terdapat sebuah kisah yang menarik yaitu ketika suatu saat Bélah dari Ali Syah yang sudah tua tersebut akan pergi bersawah yang sebelumnya diadakan kenduri (dinamai kenduri Mergang merdem). Acara kenduri tersebut diadakan agak jauh dari tempat Ali Syah tinggal sehingga keturunannya atau cucunya ditugaskan untuk memberikan nasi beserta ikan kepadanya. Ternyata ketika sampai di sana didapatinya ikannya hanya tinggal tulang belulang saja karena telah dihabisi oleh anak cucunya, mendengar ini ia amat murka dan mengutuk semua (kélém-lémén) anak cucu keturunannya menjadi batu semua, semua nya masih bisa dilihat buktinya disana di Blang Munté perbatasan Karô dan Alas.
Namun, ternyata ada yang lolos dari kutukkannya seorang aman mayak (pengantin Pria), inén mayak (Pengantin Wanita) yang sedang hamil dan satu lagi adiknnya inén mayak tersebut. Melihat tersebut Aman Mayak pergi meninggalkan daerah tersebut untuk menceritakan hal ini kepada Raja Lingë. Mendengar hal tersebut segera dikirimkan rombongan kesana untuk mencari tahu atau menguburkan bila ada yang meninggal.
Setelah lantas diketemukan pohon kelapa yang menandakan ada kampông, yang disebut dengan Kampung Bakal, mereka ingin kesana karena lapar. Saat itu di pinggir sungai tersebut terlihat Giôngén (Kijang) yang sedang minum, mereka mecoba menangkap Giôngén tersebut untuk kemudian membantu mereka berdua melewati sungai tersebut. Dalam suatu ketika mereka hampir terlepas dari pegangan kepada Giôngen tersebut, sehingga Inen Mayak yang sedang mengandung tersebut mengucapkan dalam bahasa Karô ‘ngadi ko lao’, atau ‘berhentilah kau air’, sehingga sampai sekarang ada pusaran air disana. Dan karena ada kejadian inilah orang-orang Gayô disana dilarang memakan daging Giôngén.
Sesampai diseberang sungai Inén Mayak tersebut melahirkan, karena kelelahan iya dibawa arus air sungai (Wih Kul) tersebut. Sedangkan anaknya diselamatkan oleh adiknya di pinggir sungai. Pada saat anak tersebut kehausan datanglah seekor Kerbau atau Kôrô Jégéd, yang kemudian adiknya membiarkan anak kakaknya untuk menyusu terhadap kerbau tersebut.
Akhirnya mereka berdua ditangkap oleh orang kampông tersebut, saat itu mereka sedang mencari Kôrô jégéd (Kerbau berwarna putih Krim) punya Raja yang hilang. Ketika menemukan kerbaunya sedang menyusui seorang anak manusia maka orang-orang Kampung tersebut menganggap bahwa Kerbau keramat tersebut telah melahirkan.
Mereka lantas melaporkan kepada Raja Bakal, lantas oleh Sang Raja anak tersebut dianggp sebagai penerusnya, karena ia sampi saat itu tidak mempunyai seorang anakpun. Adik dari Inen Mayak tersebut di tahan sekaligus memelihara anak kakaknya yang sudah tiada.
Dalam keadaan tersebut sampai rombongan Réjé Lingë. Ketika sampai di kampungnya Aman Mayak mereka sudah tidak menemukan siapa-siapa lagi, maka mereka pun berusaha mencari istri dan adik istri dari Aman Mayak tersebut.
Mereka pun akhirnya sampai di perkampungan Bakal tersebut, lantas merekapun mendengar berita tentang keganjilan-keganjilan yang terjadi saat itu. Mereka memutuskan untuk dapat menunggu lebih lama untuk mencari informasi. Sampai akhirnya bertemu dengan adik dari istrinya dan bercerita tentang desas-desus tersebut serta kebenaran bahwa sesungguhnya anak dari anak Kôrô jégéd sebagai anak Aman Mayak atau keturunan Raja Lingë.
Mengetahui hal tersebut rombongan dari Lingë menghadap Réjé Bakal, menyampaikan tujuan ke kampông di sini, kemudian menceritakan bahwa anaknya Kôrô Jégéd itu adalah anaknya atau cucunya Réjé Lingë, bahkan mengatakan ada saksi dari adiknnya istrinya. Untuk mengambil keputusan maka diambil keputusan akan ada perkelahian antara Pang untuk bersitengkahan (bacok-bacokan). Pang Sikucil, dan Pang Réjé Bakal bertengkah, panglima Réjé Bakal selalu bergeser bila ditengkah. Sedangakan Pang Sikucil dari Lingë tidak bergeser sedikit pun. Zaman terebut setelah bertengkah maka bersesebutan antara Réjé Bakal dan Réjé Lingë. Akhirnya anaknya ditinggal di Kerajaan Bakal tersebut dengan syarat nama Lingë tersebut jangan ditinggalkan, pagi hari pelaksanaannya. Dukun Kul (Paranormal Hebat), mengeturunkan si Bayak Lingë Karô. Inilah yang menyebabkan adanya hubungan antara Réjé Lingë Di Gayô dan Réjé Lingë (Lingga) di Karô.
Djohan Syah, Anak ke 2 Réjé Lingë
Sepeninggal adiknya Djohan Syah juga ingin pergi mengaji ke Pérlak,Weh Ben, atau Bayeun (dalam bahasa Aceh) di Kuala Simpang. Ingin belajar kepada Tengku Abdullah Kan’an dari Arab, seorang Tengku yang terkenal. Cukup lama Djohan Syah menuntut ilmu hingga mencapai gelar Mualim.
Ketika jumlah muridnya cukup 300 orang muridnya Ia menanyakankepada murid-muridnya bahwa ia berencana akan mencoba mengembangkan Agama Islam ke Kuté Réjé, yang pada waktu itu masih belum Islam.
Ketika rombongan Tengku tersebut sampai di sana Kutéréjé sedang dalam peperangan antara Raja-Raja Besar yang ada dengan utusan dari Nan King atau China yang bernama Nian Niu Lingkë , Pétroneng. Namun kekuatan dari Puteri Cina tersebut tidak terlawan karena ada ilmu sihir, sehingga banyak Raja yang berhasil dikuasai dan takluk kepada mereka, sampai akhirnya sampai kesebuah Kerajaan di Langkrak Sibreh.
Ketika tiba rombongan tersebut ke daerah tersebut Tengku menawarkan bantuannya kepada ke Réjé Lamkrak dengan syarat mereka diberikan tempat khusus serta meminta syahadat dari Raja Langkrak. Dengan alasan tersebut akhirnya masuk Islam Raja Langkra.
Setelah itu akhirnya ia melihat siapa yang akan diangkat menjadi Panglima Perang, satu per satu dilihat hingga akhirnya sampai kepada Djohan Syah, yang akhirnya menjadi Panglima Perang saat itu. Lantas diberi bekal oleh Tengku bekalnya, juga kepada semua murid-muridnya untuk berperang.
Ke 300 orang ini kelak disebut sebagai marga Suke Leretuh atau suku 300, asal mulanya dari salah satu Bangsa Aceh ini.
Setelah itu Djohan Syah memimpin peperangan dengan berbekalkan ilmu Al quran sehingga akhirnya Puteri dari Cina tersebtu akhirnya berhasil dikalahkan, Ratu Petromenk kalah, sehingga ia mundur pada basis pertahannya terakhir di Lingkë.
Melihat hal tersebut Djohan Syah merubah strateginya dalam memenangkan peperangan dengan memblockade saja benteng terakhir ini, hingga Putri Neng meminta damai. Dalam perjanjian damainya Tengku Abdullah megatakan mau berdamai dengan syarat Putri Neng mengucapkan syahadat.
Putri Neng mengatakan sanggup akan tetapi dilakukan secara rahasia. Akhirnya di tengah laut mereka berdamai, ntah kenapa setelah pedamaian terjadi dan sudah memandikan Puteri Cina tersebut Tengku menangis, ia merasa belum sempurna perdamaian sebelum dilangsungkan pernikahan antara Djohan Syah dengan Putri Neng. Lalu dinikahkan Keduanya Oleh Tengku Kan’an.
Kemenangan tersebut megah sampai dengan kerajaan Melayu manapun sehingga diangkat menjadi Sultan Aceh yang pertama bergelar Djohan Syah. Sehingga Raja-raja yang bergabung disana mengangkat menjadi Raja Kutéréjé I Djohan Syah, dan menjadikan Agama Islam berkembang dengan pesat disana.
Malam Syah dan Datu Beru tetap bersama Raja Lingë I, Malim Syah akan meneruskan Pemerintahan Kerajaan Lingë sedangkan Datu Beru akan menjadi pemegang kunci rahasia Kerajaan Lingë.
Kerajaan Malik Ishaq
Islam pertama kali datang dari Ghujarat dan Arab yang singgah di Perlak, sehingga menjadi salah satu Kerjaan Islam di Pesisir Utara Sumatera.
Sewaktu terjadi perangan Kerajaan Perlak dengan Sriwijaya dari Palembang sampai 20 tahun. Sultan Malik Ishaq waktu itu ia menyuruh mengungsikan perempuan dan anak-anak, ada suatu negeri yang ada Kuté-kuté yang akhirnya bernama dengan Ishaq, daerah Ishaq sekarang.
Anak Malik Ishaq adalah Malik Ibrahim, anaknya kemudian adalah lantas Muyang Mersah. Kuburannya sampai sekarang tempatnya masih ada akan tetapi tidak bisa diketahui lagi kuburannya karena sudah diratakan dengan tanah, namun telaga muyang mérsah masih ada.
Muyang Mérsah menpunyai 7 orang anaknya yaitu Mérah Bacang, Mérah Jérnah, Mérah Bacam, Mérah Pupuk, Mérah Putih, Mérah Itém, Mérah Silu dan yang bungsu Mérah Mégé. Namun Mérah Mégé adalah anak kesayangan dari kedua orang tuanya yang kerap kali membuat iri dari adik-adiknya, sehingga mereka merencanakan akan membunuhnya.
Kesempatan itu datang pada saat merayakan Maulid Nabi di Ishaq maka pihak perempuannya menyiapkan kreres (lemang) sedangkan laki-lakinya mungarô (berburu) untuk lauk dari kreres tersebut. Akhirnya si bengsu diajak ngarô untuk kemudian dibunuh, namun kakak-kakaknya ternyat tidak sampai hati membunuh adiknya tersebut sehingga hanya dimasukkan ke Loyang datu. Mengetahui bahwa anak bungsunya hilang membuat marah orang tuanya.
Ketika Mérah Mégé ada di Loyang Datu ia ternyata mendapatkan makanan dari anjingnya yang bernama ‘Pase’. Melihat tuannya dimasukkan kedalam lubang oleh abang-abangnya anjing tesebut kemudian selalu mencarikan makanan untuk Mérah Mégé. Bahkan makanan yang diberikan kepadanya. Dibawanya ke Loyang Datu untuk kemudian diberikan kepada Mérah Mégé.
Keanehan atau keganjilan dari Pase ini tentunya akhirnya mendapat perhatian dari Muyang Mérsah, hingga akhirnya ia memutuskan untuk dapat mengikuti anjing tesebut dengan berbagai upaya, yaitu ketika memberikan makanan kepada anjing tersebut ia juga menaruh dedak sehingga kemanapun anjing tersebut akan meninggalkan jejaknya. Hingga akhirnya diketemukan Mérah Mégé tersebut. Yang kemudian dirayakan dengan besar-besaran oleh Muyang Bersah.
Kemudian Mérah Mégé menjagai pusaka, dan keturunannya tersebar diseluruh Aceh, Meulaboh, Aceh Selatan daerah Kluet, seluruh perairan diseluruh Aceh, didahului dengan nama Mérah.
Keenam Anak Muyang Mérsah
Keenam Saudara Mérah Mégé akhirnyua lari, pertama kali lari ke Ishaq karena malu. Namun begitu diketahui Raja dan kemudian akan disusul mereka lari kembali ke Tukél kemudian membuka daerah yang bernama Jagong, dikejar kembali sampai akhirnya ke Sérbé Jadi (Serbajadi Sekarang). Dikejar terus anaknya, karena rasa sayang, setelah rasa marahnya Raja tersebut hilang. Namun mereka sudah amat malu kepada ayahnya akhirnya mereka sepakat untuk berpisah dengan catatan akan menyebarkan Agama Islam pada daerah yang akan ditempatinya.
Mérah Bacang, si sulung, pergi ke batak untuk mengembangkan Islam ke daerah Barus, Tapanuli.
Yang ke-2 Mérah Jérnang ke Kala Lawé, Meulaboh.
Yang ke-3 Mérah Pupuk Mengembangkan agama Islam ke Lamno Déyé antara Meulaboh dan Kutéréjé.
Yang ke- 4 dan 5 Mérah Pôtéh Dan Mérah Itém di Bélacan, di Mérah Dua (sekarang Meureudu) masih ada kuburannya.
Yang ke-6 Mérah Silu ke Gunung Sinabung, Blang Kéjérén
Mérah Sinabung
Mérah Silu mempunyai seorang anak yang bernama Mérah Sinabung (Dalam bahasa Gayô Mérah Sinôbông). Mérah Sinambung ternyata lebih berwatak sebagai Panglima, sehingga hoby adalah mengembara. Sampai ia berada pada suatu daerah yang sedang berperang. Perang yang terjadi antaran Kerajaan Jémpa dan Samalanga. Kerajaan Jémpa waktu itu sudah beragama Islam, hingga akhirnya ia menawarkan bantuan kepada Raja Jempa tersebut dan berhasil memenangkan peperangan dengan Kerajaan Samalanga. Jasa baiknya tersebut akhirnya membuat Raja Jémpa menikahkan putrinya kepada Mérah Sinabung.,
Keduanya mempunya 2 orang anak yang bernama Malik Ahmad dan Mérah Silu. Setelah Mérah Sinabung wafat maka naiklah Malik Ahmad menjadi Raja Jempa, akan tetapi ada syak wasangka terhadapa Mérah Silu, karena ia lebih berbakat dan lebih alim serta lebih dicintai rakyatnya maka timbul kecemburuan yang terjadi.
Untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan maka Mérah Silu akhirnya pergi ke daerah Arun, Blang Sukun, untuk menghabiskan waktunya ia bekerja sebagai pande emas, besi dan barang logam lainnya sedangkan malamnya ia mengajar mengaji.
Lama kelamaan orang sekitar menjadi mengenal Mérah Silu sebagai Mualim, tokoh masyarakat, akhirnya menjadi Réjé di Lhoksmawé. Sehingga kemudian ia diangkat menjadi Sultan Pase pertama atau disebut dengan Sultan Malikus Saleh. Sebutan daerahnya Pase merupakan sebutan yang diambil dari nama anjing yang telah menyelahamatkan Datunya, Mérah Mégé.
"Turun ni edet ari Pute Merhum (Reje Linge) Ukum ari Cek Serule". Ini penggalan Isi dari Pasal 1 dalam Naskah Tua berjudul "45 Pasal Edet Negeri Linge". Artinya kurang lebih: Reje Linge adalah yang pertama merumuskan mengenai Edet Gayo yang disusun bersama para ulama dan pemimpin Gayo pada saat itu (sekitar Tahun 450 Hijriah). Tentang Edet Gayo apa saja yang disusun oleh Reje Linge, bisa dibaca dalam naskah tua berjudul "45 Pasai Edet Negeri Linge", namun kira2 inti dari isi pasal2 tersebut adalah mengatur pemerintahan, Hukum dan norma2 sosial kehidupan bermasyarakat di Tanoh Gayo.

Sedangkan " Reje Musuket Sipet,Petue Musidik Sasat,Imem Muperlu Sunet,Rayat Genap Mupakat " berasal dari Sistem Sarak Opat. Sarak Opat merupakan sistem pemerintahan tradisional masyarakat Gayo. Sarak berarti lembaga atau unsur, sementara opat berarti empat. Empat unsur tersebut adalah Reje, Petue, Imem dan Rakyat. Nah, Maksud dari kalimat diatas kurang lebih, Negeri Linge bisa makmur dan sejahtera jika memiliki 4 unsur seperti Reje museket sipet (Raja yang Adil, dilihat dari konteks kekinian, Raja bisa berupa Bupati/kepala pemerintahan hingga yang terkecil), Petue musidik sasat (Cendikiawan yang memiliki ilmu pengetahuan dan wawasan yang luas), Imem muperlu sunet (Imam memahami betul hukum Islam dan dapat menjadi tauladan untuk menjalankan yang Halal, dan menghindari yang haram) Rakyat genap mupakat (segala persoalan masyrakat diselesaikan dengan musyawarah).

Lebih jauh, mungkin bisa dibaca dalam buku "SARAK OPAT" dan Naskah Tua "45 Pasal Edet Negeri Linge"
 
by :http://sejarahrejelinge.blogspot.com/
Posted by Unknown

Popular Post

Diberdayakan oleh Blogger.

Pages - Menu

Shoutbox

- Copyright © GAYONESE